Jakarta- Puluhan mahasiswa yang mengatas namakan Youth Environment Institute (YEI) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republic Indonesia (ESDM) terkait Perusahaan yang diduga merusak lingkungan dalam kawasan hutan lindung (HL) dan hutan produksi terbatas (HPT) tanpa mengatongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Diantaranya, PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera (DMS), PT. Binanga Hartama Raya (BHR), dan PT. Selebes Pasific Minerals (SPM),Selasa,09/02/21.Jakpus.
“PT. DMS telah merambah dan merusak lingkungan dalam kawasan hutan lindung di Desa Belalo Kecamatan Lasolo pada saat melakukan penambangan ore nikel dan membuat jalan hauling yang menghubungkan terminal khusus (jetty)”Ucap Julian.
Seperti yang kami ketahui bahwa PT. BHR telah menambang ore nikel dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Desa Marombo Kecamatan Lasolo Kepulauan.
Sedangkan PT. CPM melakukan aktivitas pertambangan dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Boenaga Kecamatan Lasolo Kepulauan tanpa mengantongi IUP,Padahal IUP PT. CPM telah dicabut dari tahun 2017 sesuai yang terterah pada Lampiran Pengumuman Menteri ESDM RI Nomor 1658.Pm/04/DJB/2016 dan Lampiran Pengumuman Kementrian ESDM RI Nomor 1587.Pm/04/DJB/2017 Tentang Penetapan IUP Clear and Clean Ke-duapuluh Lima, Pembatalan C&C, dan Daftar IUP yang telah dicabut oleh Penerbit Izin”Tambahnya.
Kami mendesak aparat penegak hukum selaku Direktur Perusahaan tersebut bisa secepatnya diproses dan dijerat sesuai Pasal 89 ayat (1) huruf a jo Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang- undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Pasal 98 ayat (1) dan/atau Pasal 99 ayat (1) Jo. Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Disamping melanggar kedua Undang-undang tersebut, pertambangan illegal yang diduga dilakukan PT. CPM juga dapat dijerat dengan Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”Tambahnya.
Ditambah lagi kasus Kebocoran gas diduga terjadi dari proyek pembangunan power plant Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dikerjakan PT Sorik Marapi Geothermal Plant (SMGP). Yang mengakibatkan lima orang warga Mandailing Natal, Sumatera Utara meninggal dunia diduga akibat gas beracun dari kebocoran tersebut, serta puluhan warga harus dilarikan ke puskesmas”Tambahnya.
maka dari itu kami dari youth Movement institute mendesak kepada kementrian ESDM untuk menyelasaikan kasus2 tersebut dan mencabut izin dari perusahaan2 tersebut.
Kami berharap, Aparat penegak hukum terkhususnya Bareskrim mabes polri kamimendukung penuh Pemeriksaan kasus yang di duga dilakukan PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera (DMS), PT. Binanga Hartama Raya (BHR), dan PT. Selebes Pasific Minerals (SPM). Dan juga kasus PLTP sonik merapi agar keluarga korban mendapatkan keadilan yang semestinya”tutupnya.