Perang Dagang Amerika Vs Cina

Oleh: Fazin Hisabi
Jakarta – Berdasarkan data IMF, Amerika Serikat dan Cina merupakan dua kekuatan ekonomi terbesar pertama dan kedua di dunia. Perang dagang antara dua negara terjadi ketika saling menyerang perdagangan satu sama lain dengan kenaikan tarif maupun kuota, hal tersebut mengarah pada efek dari kebijakan proteksionisme.
Kebijakan Proteksionisme adalah tindakan sebuah negara untuk membatasi atau mencegah perdagangan internasional dengan maksud melindungi bisnis lokal dari persaingan luar negeri.
Pada Agustus 2017, Donald Trump memberi instruksi kepada Perwakilan Dagang AS (USTR) untuk melakukan investigasi terhadap kebijakan Cina dibawah dokumen resmi ‘Section 301’ of the Trade Act of 1974 yaitu Undang-Undang Perdagangan AS tahun 1974 yang memberi wewenang kepada Presiden untuk mengambil tindakan; retaliasi berbasis tarif maupun non-tarif terhadap tindakan deskriminatif pemerintah asing yang melanggar perjanjian perdagangan internasional. UU ini dapat dijalankan dan tidak mengharuskan pemerintah AS menunggu sampai menerima otorisasi dari WTO.
Setelah tujuh bulan melakukan investigasi, USTR menemukan fakta bahwa Cina telah melakukan praktik kecurangan dalam perdagangan termasuk penyalahgunaan kekayaan intelektual terhadap perusahaan asing yang beroperasi di Cina. Sikap Cina tersebut dinilai merugikan perdagangan AS. Berdasarkan hasil pada investigasi tersebutlah, Donal Trump akhirnya mengeluarkan kebijakan menaikkan tarif terhadap produk impor dari Cina.
Alasan utama Trump mengeluarkan kebijakan tarif terhadap produk Cina untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS terhadap Cina. Sebelumnya Amerika Serikat memang lebih banyak melakukan impor terhadap produk Cina dibandingkan ekspor kepada Cina. Selain alasan mengurangi defisit, agenda kebijakan perdagangan yang baru juga menekankan pada ‘proteksionisme’ AS mengenai hak kekayaan Intlektual.
Dampak Perang Dagang Bagi Indonesia
Amerika dan Cina adalah dua negara yang memiliki investasi terbesar di Indonesia. Selain investasi, kedua negara tersebut merupakan eksportir terbesar yang mengekspor produk nya ke Indonesia. Hal tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap pasar dagang yang ada di Indonesia. Jika kedua nya bersitegang, sedikit banyak akan mempengaruhi pasar di Indonesia. Pengaruh itu akan terlihat di bursa saham dan bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada nilai tukar rupiah. Kedua negara bisa saja mengambil kebijakan yang merugikan Indonesia jika merasa Indonesia lebih berpihak pada salah satunya.
Indonesia adalah pasar terbesar ke empat setelah Cina, Amerika dan India. Setelah Cina dan Amerika melakukan perang dagang, otomatis produk dari kedua negara tidak bisa lagi masuk dengan jumlah besar. Efek nya, Indonesia sebagai pasar terbesar ke empat akan menerima serbuan produk dari kedua negara yang sebelumnya di produksi besar-besaran. Sehingga dengan begitu, produk-produk lokal yang diproduksi didalam negeri akan mendapat tantangan hebat dan bisa saja gulung tikar.
Antisipasi efek dari perang dagang kedua negara haruslah di pikirkan dengan serius. pemerintah harus mengambil kebijakan yang strategis untuk melindungi produksi didalam negeri. Jika tidak, seluruh perusahan-perusahaan dalam negeri akan gulung tikar, kita akan melihat pengangguran besar-besaran terjadi di Indonesia.