Mc. Luhan dalam Rakhmat (2004:224) menyatakan bahwa media massa adalah perpanjangan alat indera kita dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak alami secara langsung. Tidak heran apabila media massa memiliki kekuatan yang maha dahsyat untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan memengaruhi kehidupan di masa kini dan masa datang. Fungsi media massa dalam pembangunan nasional sangat membantu mempercepat proses peralihan masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Apalagi jangkauan media massa amat luas bahkan relatif tidak terbatas dan mampu menembus segenap lapisan masyarakat.
Di Indonesia, media-media massa telah mengalami dis-oriented yang dari hari ke hari semakin nyata. Sejak era reformasi, suatu era dimana kebebasan pers dijunjung tinggi, media massa dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang hanya ingin mengeruk keuntungan besar. Informasi-informasi seputar kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang menjadi prioritas, semakin sedikit tergantikan dengan informasi-informasi sesat, jauh dari unsur obyektifitas dan cenderung hiperbola. Sebagai contoh, setiap berita di televisi, koran atau media online hampir sebagian besar meliput kejahatan (pembunuhan, pencurian, korupsi dan lain sebagainya). Kalau bukan itu, pasti tentang intrik-intrik perpolitikan nasional, yang pada penyampaiannya selalu “diolah-olah” atau dibesar-besarkan, atau dimunculkan berita-berita lain yang tujuannya untuk mengalihkan perhatian masyarakat.
Hampir tidak ada berita yang memuat perkembangan pembangunan nasional seperti pembangunan sumber daya manusia (SDM), sosialisasi program-program pemerintah, kalaupun ada pasti frekuensinya kecil. Media massa yang seharusnya bahu-membahu dengan masyarakat menjadi pengontrol pemerintahan malah menjadi antek pemerintah karena sudah “dibeli” agar tidak menyampaikan , menyamarkan dan menutupi informasi seputar isu-isu nasional yang krusial, sehingga masyarakat tidak pernah bisa untuk mempelajari atau mengevaluasi isu-isu tersebut dan cenderung apatis terhadap kondisi negara.
Selain informasi, program-program hiburan yang ditayangkan stasiun-stasiun televisi 70 % berbau hedonisme dan liberalisme. Bagaimana tidak ?, setiap harinya kita disuguhkan tayangan sinetron/film tentang percintaan, program musik dan joget-joget. Akibatnya, masyarakat kita menjadi masyarakat yang cenderung konsumtif, hedonis, apatis, individualis serta memiliki orientasi jangka pendek. Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi pada negara ini, apabila masyarakatnya seperti itu. Seringkali kita mendengar ungkapan ketidakpedulian masyarakat tentang kondisi nasional, salah satu contoh ketika pemilihan umum. Mereka menganggap memilih atau tidak, hasilnya sama saja, tidak ada keuntungan untuk dirinya. Akhirnya mereka cenderung pragmatis, bersedia memilih bila ada “amplop”. Bila permasalahan diatas dibiarkan, maka impian masyarakat untuk mencapai bangsa yang berintegritas akan semakin jauh.
Hmi sebagai organisasi mahasiswa yang sampai saat ini masih dipandang obyektif (karena berisikan kaum-kaum intelektual) dan memiliki ruh perjuangan untuk mewujudkan masyarakat adil-makmur (sesuai dengan mission), sudah selayaknya ikut berperan dalam menyadarkan masyarakat. Melalui lembaga kekaryaan yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI), Hmi bisa membuat sebuah konsep pembelajaran melek media (media literacy) dan terjun ke masyarakat, yaitu ke lembaga-lembaga pendidikan mulai tingkat dasar sampai atas, karena melek media harus ditanamkan pada masyarakat sejak dini.
Disisi lain, ditengah perang media ini, LAPMI bisa membentuk sebuah media poros tengah yang benar-benar independen, obyektif dan mampu dijadikan sebagai pembanding terhadap media-media lain, sehingga masyarakat bisa berpikir dan tidak menelan mentah-mentah informasi-informasi yang didapatkan dari sebuah media. Sedangkan Hmi melalui individu kader harus mampu berpikir obyektif, bijak dan selektif dalam memilih dan menerima setiap informasi dari media. Setelah itu, masing-masing kader bisa membentuk sebuah komunitas melek media di lingkungan sekitar.
Usaha-usaha tersebut memang tidak mudah, namun penulis yakin, dengan kualitas sumber daya yang dimiliki oleh Hmi dan kesadaran kolektif, ijtihad Hmi dalam membangun masyarakat yang berintegritas akan berhasil.
Abi Krisma Wicaksono
Pengurus BPL Hmi Cabang Surabaya