(Gagasanindonesia.com, Surabaya) Bibiliopolis Book Review (BBR) kembali menggelar #TadarrusBiblio yang ke 18 pada Minggu 10 Maret 2015 pukul 20.00 WIB. #TadarrusBiblio kali ini masih dalam tema “Edisi Bung Hatta” yakni karyanya yang berjudul “Demokrasi Kita”.
Sebelum menjelaskan prihal demokrasi ala Hatta, pereview Syafik Kanzul Fikri menjelaskan terlebih dahulu prihal pentingnya karya-karya Hatta yang lain untuk ditelaah kembali. [Berita Sebelumnya]
“Buku ini menjelaskan mengenai pemikiran Hatta tentang Demokrasi yang mestinya di terapkan di Indonesia pada masa itu, meski demikian bukan berarti pemikiran Bung Hatta ini menjadi tidak relevan pada kondisi saat ini” paparnya memulai penjelasan diskusi. Bagi Hattta, kedaulatan rakyat itu tetap ada batasnya, batasnya adalah rakyat dalam kehidupan bernegara boleh menyuarakan aspirasinya. Namun untuk menampung semua aspirasinya agar tidak menimbulkan suatu pertikaian dengan golongan yang lain, maka dibentuklah lembaga yang disebut wakil rakyat.
“Demokrasi di Indonesia tidak akan berjalan dengan baik jika Rakyat tidak ikut menjalankan Demokrasi dengan baik pula, jika Rakyat tidak menjalankan Demokrasi maka Demokrasi tidak akan bisa berjalan”ujar Aktifis asal sidoarjo itu ketika memaparkan hasil bacaan bukunya.
Mahasiswa Fakultas Syariah UIN Surabaya tersebut juga menambahkan demokrasi yang diterapkan di Indonesia itu sebenarnya sudah dari dulu tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal itu terwujud dalam bentuk penyikapan rakyat terhadap pemimpinnya, atau raja di masa itu, bila ada kebijakan raja yang bertentangan dengan keinginan rakyat.
Syafik juga memaparkan pemikiran Hatta prihal perbedaan demokrasi yang diterapkan di dunia Barat dengan demokrasi yang dilakukan di Indonesia.
“Demokrasi di Barat lebih mengedepankan unsur individualisme. Dalam bidang politik, semua warga negara memiliki hak yang sama. Namun hak yang sama tersebut tidak diterapkan dalam bidang ekonomi. Sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya ketimpangan dalam kehidupan sosial di masyarakat”tandasnya. Sebelum mengakhiri pemaparannya, Syafik juga menjelaskan karakter dan ciri demokrasi yang seharusnya diterapkan di Indonesia menurut pemikiran Hatta.
“Masyarakat di Indonesia ini tidak berdasarkan pada individualisme, melainkan pada kolektivisme. Demokrasi kita seharusnya demokrasi dalam bidang politik dan ekonomi”,ujarnya mengakhiri keterangannya.
Seperti biasa setelah pereview memaparkan hasil bacaannya, dilanjutkan dengan diskusi tentang isi buku yang ditulis oleh Bung Hatta ini. Yahya, salah seorang peserta diskusi melakukan kritik keras pada pereview yang dianggapnya terlalu mengagung-agungkan Hatta, seakan-akan konsep demokrasi Bung Hatta itu lebih baik dari Bung Karno.
“Padahal sebagaimana pemaparan diskusi kemarin. Hatta dalam menumbuhkan pemikirannya tentang demokrasi tidak terjun langsung ke tengah-tengah rakyat. Melainkan hanya bergelut dengan buku saja. Berbeda dengan Bung Karno yang terjun langsung di tengah-tengah massa rakyat”cecar mahasiswa prodi Politik Islam UIN Surabaya terebut.
Diskusi yang dihelat tiap minggu sekali berlangsung gayeng layaknya ngobrol santai di warung kopi. Sebelum diakhiri, Azmi Pane menyampaikan informasi prihal diskusi buku yang akan dihelat minggu depan.
“Insya Allah untuk minggu depan, diskusi buku ini akan mereview buku karya Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara”ujarnya mengakhiri forum diskusi. (Azmi)