Gagasanindonesia.com, Jatim – Dewan Pimpinan Wilayah Generasi Muda Mathla’ul Anwar Jawa Timur (DPW GEMA Mathla’ul Anwar Jawa Timur) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan program Kartu Pra Kerja.
Ketua DPW GEMA Mathla’ul Anwar Jawa Timur Fahmi Ismail menilai anggaran untuk membiayai 5,6 juta orang yang menelan anggaran hingga Rp20 triliun terbilang mahal, karena konten program pelatihan online itu bisa diakses di media sosial. Tuturnya Pada hari Jum’at, (01/05/2020) sore ini.
Menurut Fahmi Ismail, timing pelaksanaan program Kartu Pra Kerja sangat tidak tepat karena di tengah bencana. Pasalnya anggaran tersebut lebih baik dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang terdampak langsung pandemi COVID-19.
“Hemat saya, biaya sebesar itu terbilang sangat mahal, mengingat banyak program pelatihan yang akan diberikan pun selama ini banyak tersedia secara gratis di Google dan YouTube,” kata Fahmi.
Terlebih, program berbasis online dengan biaya Rp3,5 juta per orang, dimana Rp1 juta untuk mengakses ragam opsi kelas keterampilan itu menuai kontroversi di masyarakat. Karena disinyalir ada salah satu perusahaan penyedia platform pelatihan adalah milik salah satu staf khusus Presiden. Sehingga sarat dengan konflik kepentingan.
Ditengah pandemi COVID-19 ini, alangkah baiknya anggaran yang sangat besar tersebut dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan riil masyarakat. Mengingat banyaknya masyarakat yang terdampak langsung secara ekonomi, bahkan saat ini bukan saja masyarakat berpenghasilan rendah yang kesulitan, bahkan masyarakat kelas menengah pun sudah terdampak, bisa dikatakan kebutuhan masyarakat hari ini sudah menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar. Terangnya.
Fahmi pun meminta Jokowi untuk mempertimbangkan ulang dan diminta membatalkan pelaksanaan program tersebut.
Dan kami meminta anggaran yang sudah disiapkan agar dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang terdampak langsung ekonominya akibat pandemi COVID-19, termasuk kalangan menengah yang terganggu ekonominya karena tidak bisa melaksanakan aktivitas kerjanya secara normal, harapnya.
Tapi kalaupun tetap dilaksanakan, maka wajib dilakukan evaluasi anggaran biaya, teknis pelatihan, transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggarannya, sebagai implementasi dari tata kelola pemerintahan yang jujur dan bertanggung jawab, pungkasnya.
Pemerintah diminta memikirkan kembali solusi bagi tenaga kerja terdampak pandemi Covid 19, minimal dengan skema bantuan tunai agar selama pandemi mereka dapat tetap memenuhi kebutuhan pokok dan stay at home.
Pemerintah diharapkan lebih fokus pada penangan Covid-19 ketimbang menggelontorkan anggaran untuk Kartu Pra kerja. Melihat implementasi program Kartu Pra Kerja di tengah pandemi Covid-19, Fahmi Ismail mengingatkan agar pemerintah lebih tepat dalam membuat kebijakan.
“Kondisi self isolation saat ini, kebijakan harus memihak kepada masyarakat, memperhatikan kebutuhan yang paling mendesak,” ujar Fahmi.
“Kondisi sekarang masyarakat tidak membutuhkan pelatihan, tetapi dibutuhkan sesuatu yang lebih pasti, apalagi sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan,” kata dia lebih lanjut. (Adt).